MARHABAN YA RAMADHAN

by admin AswajaCentre

Bulan suci Ramadhan tiba. Berbagai macam ibadah, seperti tarawih, puasa,tadarus Al-Qur an akan menghiasi-hiasi hari-harinya. Sambutan akan kedatangan bulan mulia ini dimulai paling tidak sejak bulan Rajab. Kaum muslimin sering malantunkan doa : Allahumma Barik Lana Fi Rajaba wa Sya bana, wa Ballighna Ramadhana (Ya Allah berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya ban, sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan). Menjelang datangnya hari H bulan puasa ini, kaum muslimin di seluruh dunia menyambut dengan penuh suka cita. Berbagai macam kegiatan yang sudah menjadi tradisi dilakukan di sana-sini. Di Mesir sana ada budaya memasang fanus (lampion) di rumah-rumah.

Di Aceh ada tradisi Meugang, Punggahan di Sumatera Utara, Nyorog Betawi, Suru Maca Bugis. Di Jawa sendiri ada tradisi Nyadran, Padusan, Megengan yang pada intinya adalah upacara penyiapan diri, mental dan spiritual yang dibalut doa-doa supaya diberikan kesehatan dan panjang umur supaya bisa menjalankan ibadah-ibadah dengan baik dan sempurna. Ibadah yang kita lakukan tidak hanya dilihat oleh Allah SWT dari sisi kualitas apakah kita melaksanakan dengan khusyu atau tidak-, atau kuantitias seberapa banyak ibadah yang kita lakukan- tapi bagaimana kita merespon dan menyambutnya ketika seruan itu datang adalah jauh lebih penting. Inilah yang disebut dengan istijabah (sendiko dawuh melaksanakan dawuhe Gusti).

Imam Qusyairi dalam Lathaiful Isyarat menyatakan bahwa istijabah adalah hal yang utama, mulia dan istimewa karena menunjukkan kesiapan dan kecintaan hati pada perintah-perintah Allah SWT. Istijabah menunjukkan bahwa si hamba siap melaksanakan perintah dengan suka rela tidak karena terpaksa. Mengapa istijabah demikian mulia?, karena ia adalah respon spontan dari orang yang benar-benar iman dan cinta pada Allah dan Rasul-Nya. Dalam dunia tarbiyah, ia masuk dalam kategori akhak. Artinya melakukan sesuatu dengan otomatis tanpa perlu dipikir-pikir terlebih dahulu.

Para sahabat dan para ulama salaf berkat gemblengan dari Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam hal otomatisasi respon positif terhadap perintah-perintah Allah SWT. Ketika Rasulullah SAW menyerukan perintah untuk sedekah, maka mereka berebutan untuk melaksanakan. Sampai-sampai Sayyidina Umar R.A berkata, Aku tidak pernah bisa mengalahkan Abu Bakar dalam hal sedekah. Dalam hal jihad di medan peperangan, Rasulullah selalu menyembunyikan kapan hari H pelaksanaannya. Karena begitu Rasulullah mengumumkan, maka seluruh sahabat baik tua muda maupun anak-anak siap sedia menyambutnya. Inilah Ady bin Hatim, dia berkata, Tidak datang waktu sholat sekalipun, kecuali aku sudah menyaipkan sarana prasana untuknya. Tidak datang waktu sholat kecuali aku sudah begitu ingin menjumpai dan melaksanakannya. Inilah Sa id bin Musayyab, dia berkata, Tidaklah muadzdzin mengumandangkan azan selama tiga puluh tahun kecuali aku sudah ada di dalam masjid. Inilah Amir bin Abdillah bin Zubair, ketika dia sedang sakit parah dan dikumandangkan azan Maghrib dia berkata, Bimbing aku ke masjid, orang-orang berkata, Tapi kamu sedang sakit, dia menjawab, Aku mendengar seruan Allah, tapi tidak menyambutnya?. Lalu dia pergi ke masjid dan sholat. Ketika masuk rakaat pertama, dia terjatuh dan meninggal dunia. Kisah-kisah teladan ini menegaskan bahwa sambutan terhadap seruan Allah adalah hal utama dan harus diutamakan. Apakah nanti kita bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna atau tidak itu urusan nanti. Itulah mengapa, Rasulullah SAW bersabda, Niat orang mukmin adalah lebih baik dari pada amalnya. Ya, karena niat menunjukkan seberapa besar kita siap melaksanakan perintah-Nya. Karena niat adalah ibadah hati yang murni dari riya dan sum ah. Beda dengan pelaksanaan riil ibadah yang kadang berbau riya dan beraroma sum ah. Sejenak kita lihat Abu Lahab. Meski dia di-nash oleh Al-Qur an sebagai penghuni neraka, tapi karena ketika Nabi Muhammad lahir dia langsung memerdekakan budaknya Tsuwaibah- dan menyerahkan untuk menyusui nabi sebagai wujud rasa gembira atas kelahiran keponakannya, paman Nabi yang getol menentang dakwah Islam ini sebagaimana tersebut dalam hadis Bukhari-mendapatkan keringanan siksa setiap hari Senin, yakni kelahiran Nabi Muhammad SAW. Semoga penyambutan umat Islam terhadap datangnya bulan suci Ramadhan tercatat sebagai bentuk kegembiraan, sambutan suka cita atas seruan Allah SWT, sebagai bentuk kesiapan iman dan Islam dalam melaksanakan ibadah-ibadah di bulan suci Ramadhan. Semoga kita semua bisa melaksanakan ibadah-ibadah di bulan suci Ramadhan dengan kuantitas maksimal dan kualitas optimal. Dan adalah benar ketika ada sebuat hadis, acirc euro oelig Barang siapa yang gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka. Wallahu A’lam

Oleh: Dr. KH. Muh Syaifudin, MA / Dewan Pakar Aswaja Centre Unwahas Pengasuh Pon Pes Luhur Wahid Hasyim

You may also like